Muspika Cisarua Turun Tangan Soal Sengketa Tanah Negara
BogorZoneNews - Musyawarah Pimpinan Kecamatan Cisarua, turun tangan menangani persengketaan tanah negara antara pihak PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII Gunung Mas dengan penggarap.
Persengketaan tanah negara yang berlokasi di wilayah Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor itu terjadi lantaran pihak Gayatri Mountain Adventure memohon penambahan area seluas 5.500 meter, untuk wahana wisata outdoor.
Bagian Sumber Daya Manusia dan Umum PTPN VIII Gunung Mas, Rifan menyebutkan, sejak tahun 2014 lalu, pihak Gayatri Mountain Adventure bermitra dengan PTPN VIII Gunung Mas dengan cara Kerja Sama Operasi (KSO).
"Dalam KSO itu, sebelumnya Gayatri menempati lahan seluas 12,5 hektar. Saat ini Gayatri memohon penambahan lahan seluas 5,5 hektar untuk area penghijauan," sebutnya.
Menurutnya, untuk permohonan penambahan lahan itu, pihak Gayatri Adventure ingin lahan tersebut tidak ada masalah.
PTPN VIII Gunung Mas Tertibkan Penggarap
Lantaran itu, pihak PTPN VIII Gunung Mas melakukan pengecekan dan pengukuran lahan yang dimohon tersebut.
"Ternyata di lahan tersebut diantaranya sudah ada penggarap yang menguasai. Makanya kami berusaha menertibkan. Tetapi penggarap meminta kerohiman," ungkap Rifan.
Dikatakan Rifan, padahal saat menguasai tanah negara tersebut, para penggarap tidak pernah memohon, apalagi memberikan kontribusi untuk PTPN VIII Gunung Mas.
"Sekarang saat ditertibkan minta kerohiman, padahal sudah jelas yang berhak dan memiliki kuasa PTPN VIII Gunung Mas," katanya.
Sedangkan pengelola Gayatri Mountain Adventure, Abdul Basyid menuturkan, penggarap meminta kerohiman senilai Rp 300 ribu per meter. Bahkan penggarap juga meminta lapak warung di area Gayatri Mountain Adventure.
"Untuk warung, kami sudah bangunkan dengan luas 4X6 meter persegi, lokasinya di area perkemahan," tuturnya.
Kesepakatan Kandas, Muspika Cisarua Diundang
Lantaran kandas tidak ada kesepakatan antara penggarap, PTPN VIII Gunung juga Gayatri Mountain Adventure, maka pihak Muspika Cisarua diundang untuk membantu menyelesaikan permasalahan secara musyawarah.
Sehingga, Kapolsek Cisarua, AKBP. Supriyanto, Danramil 0621-10 Cisarua, Mayor Inf. Tb. Eka Purnama, Camat Cisarua, Ivan Pramudya dan jajarannya masing-masing turun tangan ke lokasi persengketaan tanah negara tersebut.
Namun saat unsur Muspika Cisarua melakukan pemasangan patok, yang terbuat dari bambu runcing, dan akan dipasang kawat duri sebagai pagar, seorang penggarap, Abah terpaksa melampiaskan emosinya.
Lantaran pematokan tersebut dilakukan di atas lahan yang selama ini telah digarap dengan ditanami tanaman tumpang sari.
"Siapa yang nyuruh matok? Selesaikan dulu permasalahannya. Kalau sudah selesai ada kesepakatan boleh dipatok," kata kakek berusia 70 tahun itu.
Karena melihat situasi yang kurang kondusif, sebab Abah terus melampiaskan emosi terhadap sejumlah unsur Muspika Cisarua dan pihak PTPN VIII Gunung Mas, serta pihak Gayatri Mountain Adventure. Maka jajaran Muspika Cisarua mengajak penggarap itu untuk bermusyawarah.
"Abah minta kerohiman Rp 1 juta per meter termasuk tanaman yang ada di lahan garapannya," sebut Camat Cisarua, Ivan Pramudya, usai musyawarah di kantor Gayatri Mountain Adventure.
Lantas, usai rapat tersebut, sejumlah anggota unsur Muspika Cisarua dan Abah melakukan penghitungan tanaman, Pisang dan Singkong yang ada di lahan garapan Abah.
"Setelah kami hitung ada sekitar 140 pohon," ujar seorang anggota Polsek Cisarua, sambil berlalu.
Penggarap Tolak Kerohiman
Lebih lanjut, dari hasil penghitungan jumlah tanaman dan luas lahan garapan tersebut, Abah kembali menemui pimpinan Muspika Cisarua, PTPN VIII Gunung Mas, dan Gayatri Mountain Adventure, untuk penawaran kerohiman dari pihak Gayatri Mountain Adventure.
"Saya diamplopin Rp 8 juta, lalu akan ditambah lagi Rp 2 juta, jadi Rp 10 juta, ya saya tolak. Karena tidak sesuai," tandas Abah.
Lantaran belum ada kesepakatan, maka para unsur terkait, termasuk Abah membubarkan diri. Kendati mengakui lahan yang digarapnya tanah negara, Abah bersikeras akan tetap mempertahankan selama belum ada kesepakatan.
"Jangan karena saya kakek-kakek, saya harus dihadapkan dengan para aparat. Saya tahu itu tanah negara, tapi saya juga warga negara," tandas Abah lagi dengan nada tinggi. ***
Penulis: Deddy Blue
Editor: Deddy Blue