Puncak Terus 'Diperkosa', Warga Kesulitan Air Bersih
BogorZoneNews - Sedikitnya 500 hektar tanah negara di kawasan Puncak terus 'Diperkosa'. Akibatnya sebagian warga mengalami kesulitan mendapatkan air bersih.
Sedikitnya 500 hektar tanah negara di kawasan Puncak itu, sebelumnya merupakan kawasan perkebunan teh, hutan lindung, hutan produksi dan kawasan resapan air.
Lahan atau tanah negara tersebut diketahui dikuasai dan dikelola beberapa pihak. Diantaranya PTPN VIII Gunung Mas, Perum Perhutani, dan Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (TNGP).
Namun kenyataannya, setelah pihak-pihak itu mengkomersialkan tanah-tanah negara tersebut dengan Kerja Sama Operasi (KSO) kepada berbagai pihak.
Akibatnya, keasrian dan kelestarian ekosistem kawasan Puncak, kini semakin memprihatinkan. Pasalnya, perubahan hingga perusakan ekosistem lingkungan kawasan Puncak semakin gencar terjadi.
Lantaran, para pemegang hak KSO seenaknya merusak dan membangun kawasan konservasi nasional, yang seharusnya mendapat penanganan khusus itu.
Bahkan tanpa mematuhi perundangan dan peraturan pemerintah yang berlaku, termasuk berbagai peraturan yang diterbitkan Pemerintah Kabupaten Bogor.
Para pemegang KSO itu membangun vila, resort, taman atau area wisata komersial, dengan kedok ramah lingkungan.
Kendati begitu, ironisnya pemicu terjadinya perubahan hingga perusakan ekosistem lingkungan di kawasan hulu sungai Ciliwung itu, dipicu juga dengan diterbitkannya beragam perijinan, dengan dalih karena adanya investor dapat mendukung Pendapatan Asli Daerah (PAD), terjadinya percepatan pertumbuhan ekonomi masyarakat dan dalih positif terkait tata uang.
Padahal, bila dibandingkan keuntungan dan kerugian yang terjadi, sangat kontras dan signifikan.
Diantaranya, kini temperatur kawasan Puncak sudah tidak lagi dingin, sejuk dan nyaman. Karena panasnya terik matahari sudah sangat terasa menyengat.
Kini pemandangan Puncak, yang sebelumnya asri, lestari, indah, nyaman dan rimbun dengan kebun teh, juga pepohonan di kawasan hutan lindung mau pun hutan produksi, kini menjadi hamparan terbuka dengan warna tanah coklat atau merah, dengan kondisi gersang dan tandus.
Warga Kesulitan Air Bersih
Akibat Puncak terus 'Diperkosa', kini sebagian masyarakat setempat menderita kesulitan air bersih. Diantaranya, yang dialami warga Desa Citeko dan Desa Kopo, Kecamatan Cisarua.
"Mungkin ada sekitar 1,5 bulan di rumah air kering. Kita sulit mendapatkan air bersih. Alhamdulillah sekarang ada bantuan air ini," kata Yana, warga Kampung Citeko, Minggu, 22 Oktober 2023, saat ditemui ketika antre air bersih.
Pendistribusian air bersih tersebut dilakukan salah satu Partai Politik peserta Pemilu 2024, dengan menggunakan mobil bak terbuka yang mengangkut toren berisi air bersih.
Lantaran kondisi yang mengkhawatirkan itu, aktivis LSM Lingkungan Hidup Rumpun Hijau, Sunyoto meminta Pemerintah Kabupaten Bogor mengambil langkah-langkah yang tegas.
Karena menurut praktisi tanaman hias di kawasan Puncak itu, berbagai dampak buruknya pasti akan diterima dan dialami warga Puncak
"Seperti Bencana longsor, kekeringan, banjir dan lain sebagainya," ujar Sunyoto.
Disebutkannya, karena tidak terjaganya kawasan hijau, maka potensi bencana alam akan mengancam setiap waktu.
"Jika kemarau, terjadi bencana kekeringan, dan berdampak pada warga dan produktifitas petani, pada musim hujan muncul bencana banjir dan longsor," sebut Mas Nyoto, sapaan akrabnya.
Karena itu, sudah saatnya Pemerintah Kabupaten Bogor membatasi perijinan pembangunan tempat wisata, hotel, vila, resort dan restoran.
"Sudah terlalu banyak lokasi wisata, vila, hotel dan sebagainya di Puncak. Sudah cukup, bahkan jika perlu bangunan yang ada terindikasi melanggar aturan harus di bongkar," tegasnya.
Selain itu, diterbitkannya perijinan yang diduga bergesekan dengan aturan seperti Perpres 54 Tahun 2008, tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH), itu tidak beda dengan melegalkan terjadinya perubahan dan perusakan kawasan konservasi nasional yang seharusnya mendapat penanganan khusus.
"Stop untuk sementara semua perijinan pembangunan di Puncak. Dievaluasi dan maksimalkan yang sudah ada. Jangan memberikan Ijin pembangunan di lahan perkebunan yang akan berdampak pada kerusakan lingkungan. Kebun Teh harus di selamatkan. Jika perlu pemerintah pusat mengambil alih kembali kebun teh, Dan ditata ulang menjadi kawasan hijau," bebernya.
Wisata VS Kemacetan
Lebih lanjut diungkapkan Sunyoto, selain berdampak buruk pada lingkungan, berbagai kegiatan pembangunan di kawasan Puncak, akan menambah jumlah kunjungan wisatawan yang semakin menambah kemacetan di jalur Puncak.
"Karena selama ini Puncak hanya mempunyai jalur utama Jalan Raya Puncak. Dan kapasitasnya sudah tidak mampu menampung volume kendaraan yang masuk, sehingga pihak pemangku lalulintas kepolisian, dalam hal Ini, Dinas Perhubungan dan Satlantas Polres Bogor melakukan rekayasa lalulintas, menerapkan sistem One Way dan ganjil genap," ungkapnya.
Menurutnya, pembangunan infrastruktur pendukung pariwisata masih kurang. Jalan alternatif yang notabene jalan Kabupaten, masih sempit dan kurang memadai sebagai jalan pariwisata Puncak yang sangat mashur. ***
Penulis: Deddy Blue
Editor: Deddy Blue