Temperatur Puncak Terus Memanas Signifikan, WALHI Jawa Barat: Dampak Alih Fungsi Kawasan
BogorZoneNews - Temperatur kawasan Puncak, Cisarua, Kabupaten Bogor saat ini terus berubah meningkat signifikan.
Hal tersebut bukan hanya lantaran akibat dampak iklim El-Nino yang sedang terjadi. Namun juga karena banyaknya alih fungsi tanah negara di kawasan konservasi Nasional tersebut.
Pasalnya, sedikitnya 500 Hektar tanah negara yang diantaranya berupa perkebunan teh, hutan lindung, hutan produksi dan kawasan resapan air, kini gencar dibabat, dirusak yang diduga dilakukan oknum-oknum pengusaha, pribadi atau kelompok yang berdalih membuka wahana wisata outdoor ramah lingkungan.
Patut diketahui publik, temperatur kawasan Puncak saat ini, pada siang hari sudah mencapai 31⁰ Celcius, padahal sebelumnya maksimal mencapai 21⁰ Celcius.
Sedangkan pada malam hari, saat ini mencapai 23⁰ Celcius, yang sebelumnya maksimal mencapai 19⁰ Celcius. Akibatnya, sekarang ini warga Puncak, yang sebelumnya tidak memerlukan kipas angin dan jenisnya. Kini harus menggunakannya untuk mengurangi kegerahan yang dirasakan.
"Alih fungsi kawasan itu, sedikit atau sebesar-besarnya, maka akan menimbulkan dampak negatif bagi ekosistem lingkungan. Diantaranya terjadi pelepasan emisi karbon, efek rumah kaca yang bermuara terhadap perubahan iklim. Maka gak heran terjadi peningkatan temperatur, seperti di Puncak, Bogor yang kini tidak sejuk dan tidak dingin lagi," jelas Direktur Eksekutif WALHI Jawa Barat, Wahyudin, yang akrab dipanggil Kang Iwang.
Menurutnya, permasalahan tersebut terjadi karena dipicu dampak dari produk hukum atau payung hukum atau kebijakan yang dibuat pemerintah tidak berpihak mementingkan pemulihan lingkungan, serta mensejahterakan dan menyelamatkan rakyat.
"Malah mengakomodir para pengusaha-pengusaha di bidang pariwisata, properti, pertambangan dan sebagainya," ujar Kang Iwang.
Lantaran itu, WALHI Jawa Barat meminta pemerintah untuk fokus dan serius menangani kawasan Puncak, yang merupakan kawasan konservasi nasional, yang harus mendapat penanganan dan perhatian khusus.
"Seharusnya kita memotret kejadian yang belum lama terjadi. Bagaimana bencana gempa yang meluluh lantakkan kawasan Cianjur, termasuk Puncak. Harusnya itu menjadi pecut atau pengingat pemerintah, bagaimana intervensi kerusakan ekosistem lingkungan itu mulai diminimalisir, bukan malah dilonggarkan. Izin-izin yang dikeluarkan itu kan untuk melonggarkan kerusakan, bukan begitu logika sederhananya?," pungkasnya.
Karena itu, menurutnya, bila pemerintah komitmen dengan produk hukum atau produk kebijakan yang dibuatnya, seharusnya dijalankan dengan melakukan, pengawasan, penindakan, penegakan dan evaluasi.
Selain itu, indikatornya tidak lagi mengeluarkan atau menerbitkan izin-izin baru yang merubah fungsi kawasan di wilayah Puncak.
"Logika sederhananya seperti itu. Tapi faktanya seperti apa? Karena di situ ada cuan, ada lahan basah yang bisa dijadikan alasan yang sangat normatif sekali, untuk peningkatan PAD lah (Pendapatan Asli Daerah-red), percepatan pertumbuhan ekonomi lah, maka yang ada itu merusak," katanya.
Lebih lanjut ditegaskan Kang Iwang, WALHI selalu menyuarakan kepada pemerintah untuk mengedepankan keselamatan rakyat dan lingkungan. Tidak memaksakan pembangunan yang tidak mengamanatkan kepentingan rakyat dan lingkungan.
Selain itu juga, tidak memaksakan diri untuk kegiatan pembangunan yang terus merusak ekosistem lingkungan.
"Jadi, pemerintah harus mengimplementasikan produk kebijakan yang dibuatnya itu dijalankan secara baik. Karena, WALHI tidak dalam konteks juga menyalahkan atau memberikan penilaian buruk terhadap kebijakan-kebijakan yang dibuat. Tapi kritikan kita masih ada, karena kebijakan-kebijakan yang dibuat itu implementasinya salah kaprah," tandasnya. ***
Penulis: Deddy Blue
Editor: Deddy Blue